Mengunjungi 3 Desa Adat Di Bali

Penglipuran3Bali memang terkenal dengan berbagai budayanya yang masih terjaga hingga saat ini. Tak hanya upacara adat dan berbagai kegiatan tradisional yang masih tetap ada, namun juga kehadiran desa adat yang masih bisa anda kunjungi. Desa-desa ini masih menjaga pelaksanaan ritual adat dan agama. Bahkan desa tersebut masih memiliki klian adat atau ketua adat. Namun ada 3 desa adat yang terkenal di Bali dan sering dikunjungi wisatawan karena tertarik dengan budayanya. Desa-desa tersebut adalah desa Tenganan, Trunyan, dan Penglipuran.

masyarakat desa adat baliDi ketiga desa tersebut bermukim orang-orang yang pertama kali tinggal di Bali. Umumnya mereka dikenal dengan sebutan Bali Mula atau Bali Asli. Tak jarang ada yang menyebutnya Bali Aga. Bali Aga merupakan orang-orang mendiami Bali sebelum orang-orang Jawa melakukan migrasi ke pulau Bali. Pada awalnya Bali Aga memiliki kepercayaan animisme hingga akhirnya terpengaruh agama Hindu yang dibawa oleh orang Jawa pada abad ke-2 hingga ke-8 Masehi. Orang-orang jawa ini merupakan keturunan dari pendatang di masa Majapahit dan kerajaan Jawa kuno yang lain. Para orang Jawa yang mendiami Bali ini mendapat sebutan Bali Jawa atau Bali Arya.

pemakaman oleh bali aryaPara Bali Aga memberikan warna tersendiri pada budaya Bali. Perbedaan paling mencolok antara Bali Aga dengan dengan Bali Arya terlihat dari cara pemakaman yang mereka lakukan. Jika Bali Arya melakukan upacara kematian dengan membakar mayat, para Bali Aga justru mengubur mayat sebagai upacara kematian. Mari kita bahas satu persatu ketiga desa tersebut.

Desa Tenganan

Masuk Desa TengananBisa dikatakan desa ini merupakan desa yang tak terpengaruh dengan hingar-bingar Bali yang berkembang dengan wisatanya. Desa Tenganan masih bertahan dengan sisi tradisional mereka, meski listrik telah mengalir ke desa ini. Rumah-rumah adat masih dipertahankan berderet dengan bentuk yang sama satu dengan yang lain. Begitu juga dengan balai tiga balai desa yang masih tetap sama. Sisi tradisional ini semakin dipertahankan seiring dengan hukum adat yang berlaku di sana. Hukum adat yang disebut dengan awig-awig ini telah ada dan mereka tulis sejak abad 11 dan sudah diperbarui pada tahun 1842.

Berdasarkan hukum adat itu pula, sistem perkawinan di desa ini berbeda dengan sistem perkawinan di Bali. Jika di Bali menerapkan sistem kekeluargaan, maka desa ini menerapkan sistem endogamy dimana pernikahan dilakukan dengan sesama penduduk desa tersebut. Lokasi desa yang berada di Kecamatan Manggis menawarkan keindahan alam Desa yang bisa digunakan sebagai jalur trekking dengan melalui jalan desa, perbukitan, dan juga hamparan sawah penduduk. Jalur ini bisa ditempuh dengan rute pendek dalam waktu ±3-4 jam. Oh iya, desa ini  berjarak 17 km dari Kota Amlapura, 5 km dari kawasan pariwisata Candidasa, dan sekitar 65 km dari Kota Denpasar.upacara mekare-kare-tenganan

Jika anda berkunjung pada bulan Juni, anda bisa melihat upacara “perang pandan” atau Mekaré-karé. Upacara ini sebagai  puncak dari prosesi rangkaian upacara Ngusaba Sambah. Upacara  Ngusaba Sambah sendiri diadakan setiap bulan Juni dan berlangsung selama 30 hari.

kain geringsingYang tak kalah menarik adalah kerajinan khas desa ini, yakni kain geringsing. Kain ini hanya ada di desa ini dan diproduksi dengan tangan dengan proses cukup lama. Hal ini dikarenakan warna–warna yang dalam kain gringsing ini berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diperlakuan secara khusus. Selain kain gringsing anda juga bisa membeli anyaman bambu, topeng, ukir-ukiran, atau pun lukisan mini yang diukir di atas daun lontar yang telah dibakar. Jika anda berkunjung ke desa ini dan membutuhkan penginapan di dekat desa ini, anda bisa menggunakan hotel-hotel di bali, seperti Rama Candidasa atau pun Alila Manggis.

Desa Trunyan

Desa_Trunyan_Bali di tepi danau baturDesa Tunyan adalah desa adat yang terkenal dengan pemakamannya. Di desa ini mayat dibiarkan hingga membusuk di permukaan tanah dangkal berbentuk cekungan panjang tanpa dikubur atau pun dibakar. Selanjutnya mayat tersebut hanya dipagari anyaman bambu yang disebut dengan Ancak Saji. Uniknya mayat-mayat tersebut tidak menimbulkan bau busuk.

pemakaman di desa trunyanDi desa ini terdapat tiga pemakaman untuk kematian yang berbeda. Jenazah yang meninggal secara wajar akan ditutupi dengan kain putih kemudian diupacarai. Selanjutnya mayat diletakkan di bawah pohon besar bernamaTaru Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Konon pohon inilah yang menyebabkan mayat di sini tidak berbau busuk karena pohon tersebut telah mengeluarkan bau harum. Taru berarti pohon sedangkan Menyan berarti harum. Dan nama pohon inilah yang menjadi dasar penamaan desa ini.pohon taru menyan

Pemakaman Sema Bantas diperuntukkan bagi mayat yang penyebab kematiannya tidak wajar, seperti kematian karena kecelakaan, bunuh diri, atau pun dibunuh. Sedangkan Sema Muda diperuntukkan bagi mayat bayi, anak kecil, orang dewasa yang belum menikah. Selain pemakamannya yang unik, desa ini menawarkan wisata gunung batur yang merupakan geopark di Indonesia dan danau batur yang berada di pinggir desa ini.

Desa Penglipuran

gerbang desa PenglipuranDesa yang terletak pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut ini, berada di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Desa Penglipuran kerap digunakan sebagai tempat syuting FTV karena keasriannya. Desa ini telah ada sejak abad VIII dan dihuni oleh warga Desa Banyu Kintamani atas perintah raja Bangli. Terdapat 76 kavling yang dihuni oleh 236 KK di kawasan dengan luas 112 hektar ini.

rumah-rumah di desa penglipuranRumah-rumah di desa tersebut beratapkan bambu. Bahkan ada rumah yang telah berumur 270 tahun. Hal ini ditunjang dengan luasnya hutan bambu yang dimiliki desa tersebut. Kurang lebih luas hutan bambu tersebut mencapai 45 hektar. Arsitektur bangunan rumah di desa tersebut juga memiliki ciri khas yang serupa dan tersusun rapi mulai dari ujung utama desa sampai bagian hilir desa.

masyarakat desa penglipuranDaerah utama berada di posisi yang lebih tinggi dan menurun ke daerah hilir. Angkul-angkul yang merupakan pintu gerbang khas Bali berada di setiap pekarangan. Gerbang tersebut tampak seragam, berhadapan dan dipisahkan dengan jalan utama desa. Penataan desa ini berdasarkan  falsafah Tri Hita Karana dalam agama Hindu yang bermakna menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan. Di dekat desa ini terdapat beberapa hotel yang bisa anda menfaatkan untuk menginap selama anda berwisata di desa tersebut, seperti Lake View and Restaurant.

Refrensi:

  • http://www.karangasemkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=137:-desa-tenganan&catid=44:obyek-wisata&Itemid=81
  • http://travel.kompas.com/read/2014/01/20/1712571/Melihat.Bali.Sesungguhnya.di.Desa.Tenganan
  • http://travel.kompas.com/read/2013/09/20/1242567/Menelisik.Pemakaman.Unik.di.Desa.Trunyanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Terunyan,_Kintamani,_Bangli
  • http://www.wisatadewata.com/article/wisata/desa-penglipuran
  • http://travel.detik.com/read/2014/02/10/105000/2470863/1025/ke-bali-wajib-datang-ke-desa-adat-panglipuran

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *